Cara Mengatasi FRAUD dalam Laporan Keuangan
Definisi dan Jenis – jenis Fraud
Definisi Pengawasan Intern yang terkandung dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu,
evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan
tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai
bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan
secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan
kepemerintahan yang baik. Pada PP Pasal 2 ayat 1 tercantum bahwa pengendalian
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dilakukan untuk mencapai pengelolaan
keuangan negara yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Maka dapat
disimpulkan bahwa sistem pengendalian internal pemerintah memiliki tujuan untuk
mencapai pengelolaan keuangan baik di pemerintah daerah maupun pemerintah pusat
sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Kegagalan pemerintah dalam mempertanggungjawabkan
pengelolaan keuangan dapat diakibatkan oleh beberapa hal antara lain
penyimpangan kebijakan dan penyimpangan yang diakibatkan oleh kecurangan
(fraud). Penyimpangan kebijakan dilakukan oleh manajemen puncak terutama untuk
mencapai tujuan tertentu, dengan cara membuat kebijakan yang tidak sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan penyimpangan kecurangan (fraud) dapat
dilakukan baik oleh manajemen puncak maupun pegawai lainnya dengan untuk
mendapatkan keuntungan, dengan cara melakukan tindakan-tindakan kriminal
seperti korupsi, kolusi, penipuan, dan lain sebagainya.
Bagaimana cara mengatasi fraud adalah tugas
bersama dari suatu organisasi pemerintahan dan sistem pengawasan internalnya.
Pengenalan akan kecurangan dan dampaknya menjadi hal yang penting untuk
diketahui seluaruh staf pegawai hingga manajemen puncak.
Sebagai perbandingan, pada suatu perusahaan di
bidang manufaktur, perusahaan tersebut mengalami kerugian akibat kecurangan
pegawai mencapai Rp. 100 juta/tahun. Jika keuntungan rata-rata perusahaan
tersebut adalah 10% dari penjualan maka perusahaan tersebut harus kehilangan
keuntungan dari penjualan sebesar Rp. 1.000 juta/tahun. Bayangkan penjualan
perusahaan tersebut menjadi tidak berguna akibat adanya kerugian akibat
kecurangan.
Demikian juga dengan kerugian atau kebocoran
keuangan negara yang terjadi akibat adanya fraud. Hal ini dapat berakibat pada
alokasi dana yang hilang yang telah dikumpulkan dari berbagai pendapatan negara
terutama pajak yang telah didapatkan dari masyarakat. Dengan rata-rata setiap
penduduk membayar pajak sekitar 15%-20% dari penghasilannya maka dapat
dibayangkan kerugian negara berdampak pula pada pendapatan penduduk yang harus
ditingkatkan pemerintah. Padahal untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
dibutuhkan sarana dan prasarana yang disiapkan oleh pemerintah yang didanai
dari pajak di atas. Dan yang lebih utama adalah tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintahan menjadi berkurang, termasuk pula investasi dari luar
negeri berkurang, sehingga kondisi makro keuangan pemerintah menjadi terganggu
pula.
Kesadaran untuk melakukan tindakan anti fraud
dapat diawali dengan memberikan pengertian yang lebih tentang kerugian dan
dampak fraud. Setelah itu, seiring dengan kesadaran yang meningkat, maka
diupayakan untuk menghilangkan penyebab fraud. Kemudian melakukan tindakan
hukuman dan penghargaan untuk lebih mempercepat peningkatan kesadaran dan
budaya kerja tanpa fraud.
Penyebab terjadinya fraud adalah motivasi, sarana
dan kesempatan sebagai berikut:
- Motivasi : adalah mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan atau suaru
organisasi. Alasan pribadi seperti masalah keuangan dapat menjadi motivasi
untuk melakukan kecurangan. Untuk suatu organisasi, fraud pun dapat dilakukan
untuk mendapatkan keuntungan atau untuk mendapatkan apresiasi yang positif
walaupun pekerjaan yang dilakukan tidak baik, misalnya kolusi antara
kontraktor/konsultan dengan panitia pengadaan barang/jasa,
- Sarana : mencakup seluruh media yang dapat digunakan untuk melakukan
kecurangan, misalnya dokumen kontrak/lelang yang diatur, transaksi keuangan
dilakukan secara tunai dan tidak menggunakan pencatatan yang baik, dan lain
sebagainya.
- Kesempatan : karena kurangnya pengawasan internal dan pemahaman tentang
aturan dapat menjadi ruang terjadinya kecurangan.
Menurut Robert Cockerall (auditor Ernst &
Young) dalam makalahnya “Forensic Accounting fundamental : Introduction to the
investigations” dinyatakan bahwa lingkungan profil fraud mencakup beberapa hal
yaitu motivasi, kesempatan, tujuan/objek fraud, indikator, metode dan
konsekuensi fraud. Motivasi dan kesempatan memiliki pengertian yang sama dengan
definisi sebelumnya. Tujuan/objek fraud adalah sarana yang digunakan untuk
mencapai motivasi kecurangan di atas. Indikator fraud mengandung pengertian
adanya gejala-gejala yang merujuk kepada pembuktian kecurangan. Metode fraud
adalah cara-cara yang dilakukan untuk melakukan kecurangan. Sedangkan
konsekuensi fraud adalah dampak kecurangan yang terjadi pada organisasi
tersebut. Pada organisasi pemerintahan khususnya pada lingkup kegiatan
pekerjaan umum maka dapat diberikan contoh sebagai berikut :
Seorang pengawas proyek memiliki motivasi kecurangan adalah karena kesulitan
keuangan keluarga. Pegawai tersebut menggunakan kesempatan sebagai seorang
pengawas proyek sesuai kewenangannya. Objek yang sesuai dengan kewenangannya
sebagai pengawas adalah laporan pengawasan pekerjaan. Caranya adalah dengan
melakukan manipulasi data yaitu menyetujui progress pekerjaan walaupun tidak
sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan disertai permintaan dana kepada
pihak kontraktor. Indikasi yang didapatkan adalah perbedaan spesifikasi
pekerjaan. Konsekuensi dari perbuatan pegawai tersebut kepada organisasi proyek
adalah ketidaksesuaian mutu pekerjaan.
Berikut ini adalah jenis fraud berdasarkan subjek
atau pelaku, sebagai berikut :
-employee fraud
(kecurangan pegawai) : kecurangan yang dilakukan oleh pegawai dalam suatu organisasi
kerja,
-management
fraud (kecurangan manajemen) : kecurangan yang dilakukan oleh pihak manajemen
dengan menggunakan laporan keuangan/transaksi keuangan sebagai sarana fraud,
biasanya dilakukan untuk mencurangi pemegang kepentingan (stakeholders) yang
terkait organisasinya.
-customer fraud : kecurangan yang dilakukan oleh konsumen/pelanggan, misalnya
kecurangan oleh pihak kontraktor/konsultan terhadap satuan kerja proyek.
-e-commerce fraud (kecurangan melalui internet) : kecurangan yang dilakukan
akibat adanya transaksi melalui internet (misalnya pengadaan lelang melalui
internet).
Cara Mengatasi Fraud
Fraud harus dapat dikontrol dan dijaga, sehingga tidak semakin berkembang dan
merugikan organisasi pemerintahan tersebut. Cara mengontrol dan menjaga agar
tidak terjadi fraud adalah sebagai berikut :
-mengendalikan suasana kerja yang baik di lingkungan kerja, antara lain dengan
menanamkan etika kerja dan peningkatan kesejahteraan pekerja/pegawai.
-menghilangkan kesempatan untuk melakukan fraud dengan cara sistem pengawasan
internal yang ketat,
Mengendalikan suasana kerja yang baik adalah
merupakan tanggung jawab pimpinan disertai kerja sama dengan anggota organisasi
tersebut. Lingkungan pengendalian merupakan salah satu unsur yang harus
diciptakan dan dipelihara agar timbul perilaku positif dan kondusif untuk
penerapan sistem pengendalian intern dalam lingkungan kerja, melalui beberapa
cara yaitu penegakan integritas dan etika, komitmen terhadap kompetensi,
kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan
kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat, penyusunan dan
penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia,
perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif dan hubungan
kerja yang baik dengan instansi pemeritah terkait. Hal tersebut tercantum dalam
PP No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Pengawasan internal yang ketat diharapkan mampu
mengidentifikasikan dan meredam gejala fraud. Bentuk pengawasan internal yang
ketat adalah dengan audit kinerja, audit investigatif dan audit laporan
keuangan sesuai Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (PERMEN PAN
No. PER/05/M.PAN/03/2008) dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Audit kinerja merupakan proses identifikasi
masalah, analisis, dan evaluasi terhadap pengelolaan keuangan negara, dalam hal
ini adalah penyusunan/pelaksanaan anggaran; penerimaan, penyaluran dan
penggunaan dana; serta pengelolaan aset dan kewajiban, dan pelaksanaan tugas
dan fungsi auditi yang terdiri atas aspek ekonomis, efisiensi dan efektivitas.
Audit dengan tujuan tertentu adalah audit untuk
pemeriksaan khusus meliputi audit investigatif, audit mutu pengawasan internal,
dan hal lain di luar bidang pengelolaan keuangan negara. Dalam menangani
permasalahan fraud maka audit investigatif digunakan untuk membuktikan
kebenaran indikasi terjadinya perbuatan kecurangan yang meruigkan negara dan
atau potensi negara. Dalam pelaksanaan pemeriksaan khusus investigatif maka
terungkaplah seluruh fakta dan proses terhadap indikasi fraud yang bertetnangan
dengan peraturan. Namun pengungkapan bukti menjadi kendala terutama jika
perbuatan kecurangan dilakukan secara melembaga, sehingga dibutuhkan cara
pengungkapan fakta disertai bukti yang cukup. Berbagai cara investigasi
dilakukan antara lain dengan wawancara langsung dengan auditi, pemeriksaan
dokumen, masukan/input dari whistle blower (saksi pemberi informasi), dan
teknik interogasi yang tepat. Investigasi terhadap fraud dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut menemukan indikasi awal bahwa telah terjadi fraud,
biasanya identifikasi terhadap indikasi ini dilakukan oleh auditor yang telah
berpengalaman, dengan melihat gejala dan bukti-bukti awal. Kemudian dilakukan
investigasi untuk membuktikan prediksi dan hipotesis tersebut. Pedoman
pelaksanaan pemeriksaan khusus, meliputi pula di dalamnya mengenai audit
investigasi, di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum sendiri sudah ditetapkan
melalui PERMEN PU No. 8 tahun 2008.
Sedangkan audit atas laporan keuangan adalah
audit yang bertujuan memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan
sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum Pemberian opini didasarkan
atas hasil pengelolaan aset negara serta penggunaan keuangan negara yang baik
dan sesuai kenyataan. Audit atas laporan keuangan dapat menjadi input bagi
proses audit investigatif, terutama dalam hal mengidentifikasikan indikasi
terjadinya fraud yang dilakukan oleh manajemen puncak dan atau dilakukan secara
melembaga.
Cara menemukan indikasi fraud dengan menggunakan
audit laporan keuangan disebut dengan sistem akuntansi forensik (forensic
accounting). Sistem ini dapat mengungkap fakta terjadinya kecurangan dengan
mengungkap transaksi-transaksi keuangan yang mencurigakan pada laporan keuangan
dan mengembangkan hasil temuan tersebut menjadi sebuah alat bukti.
Perkembangan terhadap sistem akuntansi forensik
ini diharapkan mampu mengatasi kerugian dan kebocoran keuangan negara. Sistem
ini awalnya berkembang semenjak kasus perusahaan-perusahaan swasta raksasa
dunia yang ternyata melakukan kecurangan laporan keuangan. Kasus perusahaan
WorldCom dan Enron Corp., merupakan kasus kebangkrutan terbesar yang terkait
dengan kecurangan manajemen puncak dengan menggunakan laporan keuangan sebagai
media/sarana fraud. WorldCom mengalami kerugian akibat fraud sebesar USD 102
Milyar dan Enron Corp mengalami kerugian sebesar USD 63 Milyar. Setelah kasus
tersebut, sisrtem akuntansi forensik pun dikembangkan, tidak hanya oleh
perusahaan swasta. Sistem ini pun dapat dikembangkan untuk mendeteksi adanya
kecurangan dan penyalahgunaan keuangan negara.
Kata forensik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah cabang ilmu kedokteran yg berhubungan dng penerapan fakta-fakta medis pd
masalah-masalah hukum, atau ilmu bedah yg berkaitan dengan penentuan identitas
mayat seseorang yg ada kaitannya dng kehakiman dan peradilan. Istilah forensik
sendiri pada Bahasa Indonesia cenderung masih jarang digunakan dan hanya
digunakan untuk ilmu medis dan pembuktian hukum. Sementara menurut Bologna and
Linquist definisi akuntansi forensik adalah sbb :
“Forensic and investigative accounting is the application of financial skills
and an investigative mentality to unresolved issues, conducted within the
context of the rules of evidence. As a discipline, it encompasses financial
expertise, fraud knowledge, and a sound knowledge and understanding of business
reality and the working of the legal system. Its development has been primarily
achieved through on-the-job training as well as experience with investigating officers
and legal counsel.”
Atau jika diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :
“Akuntansi forensik dan investigasi adalah aplikasi keahlian keuangan dan
mentalitas penyelidikan untuk menyelesaikan isu yang sesuai dengan konteks
peraturan pembuktian. Sebagai suatu disiplin ilmu, hal tersebut membutuhkan
keahlian keuangan, pengetahuan akan fraud, dan pengetahuan serta pengertian
tentang bisnis (sistem) riil dan hukum. Hal tersebut dapat berkembang melalui
kerja praktek dan pengalaman dengan masalah investigasi dan hukum.”
Hal yang membedakan antara pemeriksaan laporan
keuangan biasa dengan sistem akuntansi forensik ini adalah pada besarnya
material yang mempengaruhinya. Umumnya untuk audit laporan keuangan biasa,
material yang berpengaruh adalah jenis pendapatan dan pengeluaran yang
bernominnal besar, sedangkan yang kecil kadang diabaikan dalam penentuan
indikasi kecurangan. Pada akuntansi forensik, indikasi kecurangan tidak
berdasarkan pada nominal transaksi yang besar, namun melihat pada jenis
pendapatan dan pengeluaran yang mencurigakan. Pemeriksaan akuntansi forensik
tidak dapat dipisahkan dari proses investigasi. Karena untuk mengungkap hal
yang kecil namun mencurigakan menjadi suatu alat bukti dibutuhkan usaha yang
tidak mudah, sehingga proses audit laporan keuangan akan disertai pula oleh
proses penyelidikan terhadap hal tersebut.
Selain menggunakan sistem audit yang ada,
penggunaan sistem informasi juga dapat dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan
terjadinya fraud. Penggunaan sistem informasi ini membutuhkan pengetahuan
statistik dan pengelolaan data sehingga kecenderungan terjadinya fraud dapat
diatasi. Sistem informasi ini merupakan jembatan penghubung antara pengalaman
dan pengetahuan terhadap audit dan fraud. Kurangnya pengalaman auditor dapat
diatasi dengan sistem informasi atau data base yang baik, selain peningkatan
kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan.
Dengan adanya data historis yang cukup mengenai
fraud maka diharapkan dapat diketahui motivasi, kesempatan, objek, indikasi,
metode dan konsekuensi kecurangan, atau dengan kata lain didapatkan profil
fraud/kecurangan yang kemungkinan dapat terjadi kembali.
Contohnya dari data yang telah dikumpulkan maka
didapatkan profil kecurangan sebagai berikut motivasi kecurangan pegawai adalah
memperkaya diri, kesempatan kecurangan adalah melalui proses lelang, objek
kecurangan yaitu paket pengadaan barang/jasa, metode kecurangan adalah dengan
pemecahan paket pengadaan agar proses pengadaan dilakukan dengan penunjukan
langsung atau pelelangan terbatas. Indikasi kecurangan adalah adanya perubahan
nilai dan kegiatan proyek. Sementara konsekuensi yang diterima organisasi
adalah ketidakpercayaan pihak penyedia jasa lain kepada panitia pengadaan
barang/jasa.
Dengan penggunaan data base maka proses deteksi
pada kecurangan menjadi lebih cepat. Proses deteksi kecurangan yang biasanya
diawali dengan audit kinerja secara umum kemudian baru ditemukan adanya
indikasi kecurangan, berkembang lagi menjadi investigasi dan terakhir menemukan
bukti, kini prosesnya dapat lebih cepat, yaitu menemukan kemungkinan kecurangan
yang dapat terjadi berdasarkan data base, untuk kemudian di-evaluasi apakah
kemungkinan tersebut terjadi atau tidak pada kegiatan yang di-audit.
Penggunaan sistem informasi hanya merupakan cara
deteksi awal, untuk kemudian proses investigasi dilakukan sesuai teknik audit
investigasi.
Kesimpulan
Fraud adalah bentuk kecurangan untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun
lembaga/organisasi. Kecurangan yang bersifat lembaga lebih kompleks
dibandingkan dengan kecurangan yang dilakukan oleh pribadi. Kecurangan/fraud
mengakibatkan kerugian yang besar. Dalam pemerintahan, kerugian yang diterima
bukan hanya kehilangan atau kebocoran uang negara, namun juga berakibat pada
menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta menurunnya tingkat
investasi. Cara mengatasi fraud terbagi atas 3 tindakan yaitu tindakan
preventif, tindakan deteksi dan tindakan investigasi. Tindakan preventif
merupakan tanggung jawab bersama antara manajemen puncak dengan stafnya, untuk
menciptakan dan mengembangkan budaya kerja yang beretika dan lingkungan kerja
yang baik. Tindakan deteksi adalah cara mengidentifikasi kecurangan yang
terjadi. Metode yang digunakan dalam deteksi atas fraud dibagi atas metode
konvensional dan metode sistem informasi. Metode konvensional adalah dengan
cara menemukan indikasi setelah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh
terlebih dahulu. Salah satu cara menemukan indikasi kecurangan, terutama yang
dilakukan secara lembaga, adalah dengan menggunakan sistem Akuntansi forensik,
yaitu dengan cara memeriksa transaksi yang mencurigakan pada laporan keuangan,
baik nominal yang besar maupun yang kecil. Sementara metode sistem informasi
adalah dengan cara melakukan perbandingan profil kecurangan yang dapat terjadi,
meliputi motivasi, kesempatan, objek fraud, metode fraud, indikasi fraud dan
konsekuensi yang diterima organisasi. Tindakan investigasi adalah proses
penyelidikan sehingga didapatkan pembuktian yang cukup. Tindakan-tindakan
pengawasan tersebut adalah cara untuk mengatasi kecurangan sehingga kehilangan
keuangan negara dapat terus ditekan dan pada akhirnya tercapai tujuan untuk
menghilangkan kebocoran dan kerugian negara.
Referensi :
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Peraturan
Pemerintah RI No. 60 tahun 2008, 2008
Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, Permen PAN No.
PER/05/M.PAN/03/2008,2008
Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Khusus di Lingkungan Departemen Pekerjaan Umum,
PermenPUNo.08/PRT/M/2008,2008
Forensic Accounting: Public Acceptance towards Occurrence of Fraud Detection,
Adrian Nicholas Koh, Lawrence Arokiasamy, Cristal Lee Ah Suat, KBU International
College, Malaysia,2009
Forensic accounting fundamentals: introduction to investigations, Robert
Cockerall, Ernst & Young,2007
New Frontiers: Training Forensic Accountants Within The Accounting Program,
Vinita Ramaswamy,UniversityofSt.Thomas,Houston,2007
Strategic Fraud Detection: A Technology-Based Model, Conan C. Albrecht, W.
Steve Albrecht