Rabu, 30 April 2014

Laporan Keuangan Konsolidasi Masalah khusus

Masalah Khusus
  1. Laba antar perusahaan (intercompany profits)
  2. Obligasi antar Perusahaan (intercompany bond holdings)
  3. Saham prefferen dan saham biasa anak (subsidiaries with preffered and common stock)
  4. Deviden saham anak (stock deviden by subsidiary)

1.     Laba antar perusahaan (intercompany profits)
Tujuan dan konsep dalam penyajian laporan keuangan yang dikonsolidasi, laba rugi yang timbul sebagai akibat adanya transaksi antar perusahaan (dalam hal perpindahan pengelolaan seperti menjual / membeli barang dan atau jasa) tidak boleh diakui.
Di dalam laporan keungan yang dikonsolidasi, laba ( rugi ) serta kenaikan ( penurunan ) nilai barang, jasa maupun harta tak bergerak yang telah diakui oleh masing - masing pihak harus dihapuskan ( eliminasi ).
Didalam laba antar perusahaan dibagi 2, yaitu :

1)   Laba atas sediaan

2)   Laba atas aktiva yang disusutkan


2.     Obligasi antar Perusahaan (intercompany bond holdings)
Didalam neraca yang di konsolidasikan hutang-piutang antar perusahaan –perusahaan yang berafiliasi akibat terjadinya pemilikan (surat hutang ) obligasi atas transaksi jual beli baik berupa barang-barang dagangan, jasa-jasa maupun fasilitas-fasilitas produksi lainnya, harus dieliminasikan, sehingga hanya obligasi-obligasi yang dimiliki oleh pihak-pihak diluar perusahaan yg berafiliasi dilaporkan sebagai “Hutang Obligasi “.
Masalah obligasi antar perusahaan, metode pencatatannya hanya dibedakan berdasar pada Penjualan oleh Induk dan Penjualan oleh Anak.

3.     Saham prefferen dan saham biasa anak (subsidiaries with preffered and common stock)
1.  Tidak kumulatif dan tidak berpartisipasi (TKTB) : dimana klaim terhadap kekayaan bersih perusahaan sebatas nominalnya.
2.  Kumulatif dan tidak berpartisipasi (KTB) : klaim terhadap kekayaan bersih perusahaan sebatas nominalnya, dan mempunyai hak atas deviden.
3.  Tidak kumulatif dan berpartisipasi penuh (TKB) : dimana hak atas deviden hanya apabila perusahaan mengalami laba saja.
4.  Kumulatif dan berpartisipasi penuh (KB) : mencakup hak atas kekayaan bersih dan laba.

4.     Deviden saham anak (stock deviden by subsidiary)
Apabila saham bonus dibagikan oleh perusahaan anak, maka pada perusahaan anak terjadi perubahan posisi modalnya, namun dilihat dari perusahaan induk dan para pemegang saham lainnya pembagian bonus saham ini tidak mempengaruhi proporsi pemilikannya, kecuali terhadap adanya tambahan jumlah lembar saham yang dimilikinya.

Bagaimana Mengatasi FRAUD dalam Laporan Keuangan


Cara Mengatasi FRAUD dalam Laporan Keuangan


Definisi dan Jenis – jenis Fraud
Definisi Pengawasan Intern yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik. Pada PP Pasal 2 ayat 1 tercantum bahwa pengendalian penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dilakukan untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Maka dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian internal pemerintah memiliki tujuan untuk mencapai pengelolaan keuangan baik di pemerintah daerah maupun pemerintah pusat sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Kegagalan pemerintah dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan dapat diakibatkan oleh beberapa hal antara lain penyimpangan kebijakan dan penyimpangan yang diakibatkan oleh kecurangan (fraud). Penyimpangan kebijakan dilakukan oleh manajemen puncak terutama untuk mencapai tujuan tertentu, dengan cara membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan penyimpangan kecurangan (fraud) dapat dilakukan baik oleh manajemen puncak maupun pegawai lainnya dengan untuk mendapatkan keuntungan, dengan cara melakukan tindakan-tindakan kriminal seperti korupsi, kolusi, penipuan, dan lain sebagainya.
Bagaimana cara mengatasi fraud adalah tugas bersama dari suatu organisasi pemerintahan dan sistem pengawasan internalnya. Pengenalan akan kecurangan dan dampaknya menjadi hal yang penting untuk diketahui seluaruh staf pegawai hingga manajemen puncak.
Sebagai perbandingan, pada suatu perusahaan di bidang manufaktur, perusahaan tersebut mengalami kerugian akibat kecurangan pegawai mencapai Rp. 100 juta/tahun. Jika keuntungan rata-rata perusahaan tersebut adalah 10% dari penjualan maka perusahaan tersebut harus kehilangan keuntungan dari penjualan sebesar Rp. 1.000 juta/tahun. Bayangkan penjualan perusahaan tersebut menjadi tidak berguna akibat adanya kerugian akibat kecurangan.
Demikian juga dengan kerugian atau kebocoran keuangan negara yang terjadi akibat adanya fraud. Hal ini dapat berakibat pada alokasi dana yang hilang yang telah dikumpulkan dari berbagai pendapatan negara terutama pajak yang telah didapatkan dari masyarakat. Dengan rata-rata setiap penduduk membayar pajak sekitar 15%-20% dari penghasilannya maka dapat dibayangkan kerugian negara berdampak pula pada pendapatan penduduk yang harus ditingkatkan pemerintah. Padahal untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dibutuhkan sarana dan prasarana yang disiapkan oleh pemerintah yang didanai dari pajak di atas. Dan yang lebih utama adalah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan menjadi berkurang, termasuk pula investasi dari luar negeri berkurang, sehingga kondisi makro keuangan pemerintah menjadi terganggu pula.
Kesadaran untuk melakukan tindakan anti fraud dapat diawali dengan memberikan pengertian yang lebih tentang kerugian dan dampak fraud. Setelah itu, seiring dengan kesadaran yang meningkat, maka diupayakan untuk menghilangkan penyebab fraud. Kemudian melakukan tindakan hukuman dan penghargaan untuk lebih mempercepat peningkatan kesadaran dan budaya kerja tanpa fraud.
Penyebab terjadinya fraud adalah motivasi, sarana dan kesempatan sebagai berikut:
- Motivasi : adalah mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan atau suaru organisasi. Alasan pribadi seperti masalah keuangan dapat menjadi motivasi untuk melakukan kecurangan. Untuk suatu organisasi, fraud pun dapat dilakukan untuk mendapatkan keuntungan atau untuk mendapatkan apresiasi yang positif walaupun pekerjaan yang dilakukan tidak baik, misalnya kolusi antara kontraktor/konsultan dengan panitia pengadaan barang/jasa,
- Sarana : mencakup seluruh media yang dapat digunakan untuk melakukan kecurangan, misalnya dokumen kontrak/lelang yang diatur, transaksi keuangan dilakukan secara tunai dan tidak menggunakan pencatatan yang baik, dan lain sebagainya.
- Kesempatan : karena kurangnya pengawasan internal dan pemahaman tentang aturan dapat menjadi ruang terjadinya kecurangan.
Menurut Robert Cockerall (auditor Ernst & Young) dalam makalahnya “Forensic Accounting fundamental : Introduction to the investigations” dinyatakan bahwa lingkungan profil fraud mencakup beberapa hal yaitu motivasi, kesempatan, tujuan/objek fraud, indikator, metode dan konsekuensi fraud. Motivasi dan kesempatan memiliki pengertian yang sama dengan definisi sebelumnya. Tujuan/objek fraud adalah sarana yang digunakan untuk mencapai motivasi kecurangan di atas. Indikator fraud mengandung pengertian adanya gejala-gejala yang merujuk kepada pembuktian kecurangan. Metode fraud adalah cara-cara yang dilakukan untuk melakukan kecurangan. Sedangkan konsekuensi fraud adalah dampak kecurangan yang terjadi pada organisasi tersebut. Pada organisasi pemerintahan khususnya pada lingkup kegiatan pekerjaan umum maka dapat diberikan contoh sebagai berikut :

Seorang pengawas proyek memiliki motivasi kecurangan adalah karena kesulitan keuangan keluarga. Pegawai tersebut menggunakan kesempatan sebagai seorang pengawas proyek sesuai kewenangannya. Objek yang sesuai dengan kewenangannya sebagai pengawas adalah laporan pengawasan pekerjaan. Caranya adalah dengan melakukan manipulasi data yaitu menyetujui progress pekerjaan walaupun tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan disertai permintaan dana kepada pihak kontraktor. Indikasi yang didapatkan adalah perbedaan spesifikasi pekerjaan. Konsekuensi dari perbuatan pegawai tersebut kepada organisasi proyek adalah ketidaksesuaian mutu pekerjaan.
Berikut ini adalah jenis fraud berdasarkan subjek atau pelaku, sebagai berikut :
-employee fraud (kecurangan pegawai) : kecurangan yang dilakukan oleh pegawai dalam suatu organisasi kerja,
-management fraud (kecurangan manajemen) : kecurangan yang dilakukan oleh pihak manajemen dengan menggunakan laporan keuangan/transaksi keuangan sebagai sarana fraud, biasanya dilakukan untuk mencurangi pemegang kepentingan (stakeholders) yang terkait organisasinya.
-customer fraud : kecurangan yang dilakukan oleh konsumen/pelanggan, misalnya kecurangan oleh pihak kontraktor/konsultan terhadap satuan kerja proyek.
-e-commerce fraud (kecurangan melalui internet) : kecurangan yang dilakukan akibat adanya transaksi melalui internet (misalnya pengadaan lelang melalui internet).
Cara Mengatasi Fraud
Fraud harus dapat dikontrol dan dijaga, sehingga tidak semakin berkembang dan merugikan organisasi pemerintahan tersebut. Cara mengontrol dan menjaga agar tidak terjadi fraud adalah sebagai berikut :

-mengendalikan suasana kerja yang baik di lingkungan kerja, antara lain dengan menanamkan etika kerja dan peningkatan kesejahteraan pekerja/pegawai.
-menghilangkan kesempatan untuk melakukan fraud dengan cara sistem pengawasan internal yang ketat,
Mengendalikan suasana kerja yang baik adalah merupakan tanggung jawab pimpinan disertai kerja sama dengan anggota organisasi tersebut. Lingkungan pengendalian merupakan salah satu unsur yang harus diciptakan dan dipelihara agar timbul perilaku positif dan kondusif untuk penerapan sistem pengendalian intern dalam lingkungan kerja, melalui beberapa cara yaitu penegakan integritas dan etika, komitmen terhadap kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat, penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif dan hubungan kerja yang baik dengan instansi pemeritah terkait. Hal tersebut tercantum dalam PP No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Pengawasan internal yang ketat diharapkan mampu mengidentifikasikan dan meredam gejala fraud. Bentuk pengawasan internal yang ketat adalah dengan audit kinerja, audit investigatif dan audit laporan keuangan sesuai Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (PERMEN PAN No. PER/05/M.PAN/03/2008) dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Audit kinerja merupakan proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi terhadap pengelolaan keuangan negara, dalam hal ini adalah penyusunan/pelaksanaan anggaran; penerimaan, penyaluran dan penggunaan dana; serta pengelolaan aset dan kewajiban, dan pelaksanaan tugas dan fungsi auditi yang terdiri atas aspek ekonomis, efisiensi dan efektivitas.
Audit dengan tujuan tertentu adalah audit untuk pemeriksaan khusus meliputi audit investigatif, audit mutu pengawasan internal, dan hal lain di luar bidang pengelolaan keuangan negara. Dalam menangani permasalahan fraud maka audit investigatif digunakan untuk membuktikan kebenaran indikasi terjadinya perbuatan kecurangan yang meruigkan negara dan atau potensi negara. Dalam pelaksanaan pemeriksaan khusus investigatif maka terungkaplah seluruh fakta dan proses terhadap indikasi fraud yang bertetnangan dengan peraturan. Namun pengungkapan bukti menjadi kendala terutama jika perbuatan kecurangan dilakukan secara melembaga, sehingga dibutuhkan cara pengungkapan fakta disertai bukti yang cukup. Berbagai cara investigasi dilakukan antara lain dengan wawancara langsung dengan auditi, pemeriksaan dokumen, masukan/input dari whistle blower (saksi pemberi informasi), dan teknik interogasi yang tepat. Investigasi terhadap fraud dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut menemukan indikasi awal bahwa telah terjadi fraud, biasanya identifikasi terhadap indikasi ini dilakukan oleh auditor yang telah berpengalaman, dengan melihat gejala dan bukti-bukti awal. Kemudian dilakukan investigasi untuk membuktikan prediksi dan hipotesis tersebut. Pedoman pelaksanaan pemeriksaan khusus, meliputi pula di dalamnya mengenai audit investigasi, di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum sendiri sudah ditetapkan melalui PERMEN PU No. 8 tahun 2008.
Sedangkan audit atas laporan keuangan adalah audit yang bertujuan memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum Pemberian opini didasarkan atas hasil pengelolaan aset negara serta penggunaan keuangan negara yang baik dan sesuai kenyataan. Audit atas laporan keuangan dapat menjadi input bagi proses audit investigatif, terutama dalam hal mengidentifikasikan indikasi terjadinya fraud yang dilakukan oleh manajemen puncak dan atau dilakukan secara melembaga.
Cara menemukan indikasi fraud dengan menggunakan audit laporan keuangan disebut dengan sistem akuntansi forensik (forensic accounting). Sistem ini dapat mengungkap fakta terjadinya kecurangan dengan mengungkap transaksi-transaksi keuangan yang mencurigakan pada laporan keuangan dan mengembangkan hasil temuan tersebut menjadi sebuah alat bukti.
Perkembangan terhadap sistem akuntansi forensik ini diharapkan mampu mengatasi kerugian dan kebocoran keuangan negara. Sistem ini awalnya berkembang semenjak kasus perusahaan-perusahaan swasta raksasa dunia yang ternyata melakukan kecurangan laporan keuangan. Kasus perusahaan WorldCom dan Enron Corp., merupakan kasus kebangkrutan terbesar yang terkait dengan kecurangan manajemen puncak dengan menggunakan laporan keuangan sebagai media/sarana fraud. WorldCom mengalami kerugian akibat fraud sebesar USD 102 Milyar dan Enron Corp mengalami kerugian sebesar USD 63 Milyar. Setelah kasus tersebut, sisrtem akuntansi forensik pun dikembangkan, tidak hanya oleh perusahaan swasta. Sistem ini pun dapat dikembangkan untuk mendeteksi adanya kecurangan dan penyalahgunaan keuangan negara.
Kata forensik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cabang ilmu kedokteran yg berhubungan dng penerapan fakta-fakta medis pd masalah-masalah hukum, atau ilmu bedah yg berkaitan dengan penentuan identitas mayat seseorang yg ada kaitannya dng kehakiman dan peradilan. Istilah forensik sendiri pada Bahasa Indonesia cenderung masih jarang digunakan dan hanya digunakan untuk ilmu medis dan pembuktian hukum. Sementara menurut Bologna and Linquist definisi akuntansi forensik adalah sbb :
“Forensic and investigative accounting is the application of financial skills and an investigative mentality to unresolved issues, conducted within the context of the rules of evidence. As a discipline, it encompasses financial expertise, fraud knowledge, and a sound knowledge and understanding of business reality and the working of the legal system. Its development has been primarily achieved through on-the-job training as well as experience with investigating officers and legal counsel.”
Atau jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :

“Akuntansi forensik dan investigasi adalah aplikasi keahlian keuangan dan mentalitas penyelidikan untuk menyelesaikan isu yang sesuai dengan konteks peraturan pembuktian. Sebagai suatu disiplin ilmu, hal tersebut membutuhkan keahlian keuangan, pengetahuan akan fraud, dan pengetahuan serta pengertian tentang bisnis (sistem) riil dan hukum. Hal tersebut dapat berkembang melalui kerja praktek dan pengalaman dengan masalah investigasi dan hukum.”
Hal yang membedakan antara pemeriksaan laporan keuangan biasa dengan sistem akuntansi forensik ini adalah pada besarnya material yang mempengaruhinya. Umumnya untuk audit laporan keuangan biasa, material yang berpengaruh adalah jenis pendapatan dan pengeluaran yang bernominnal besar, sedangkan yang kecil kadang diabaikan dalam penentuan indikasi kecurangan. Pada akuntansi forensik, indikasi kecurangan tidak berdasarkan pada nominal transaksi yang besar, namun melihat pada jenis pendapatan dan pengeluaran yang mencurigakan. Pemeriksaan akuntansi forensik tidak dapat dipisahkan dari proses investigasi. Karena untuk mengungkap hal yang kecil namun mencurigakan menjadi suatu alat bukti dibutuhkan usaha yang tidak mudah, sehingga proses audit laporan keuangan akan disertai pula oleh proses penyelidikan terhadap hal tersebut.
Selain menggunakan sistem audit yang ada, penggunaan sistem informasi juga dapat dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya fraud. Penggunaan sistem informasi ini membutuhkan pengetahuan statistik dan pengelolaan data sehingga kecenderungan terjadinya fraud dapat diatasi. Sistem informasi ini merupakan jembatan penghubung antara pengalaman dan pengetahuan terhadap audit dan fraud. Kurangnya pengalaman auditor dapat diatasi dengan sistem informasi atau data base yang baik, selain peningkatan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan.
Dengan adanya data historis yang cukup mengenai fraud maka diharapkan dapat diketahui motivasi, kesempatan, objek, indikasi, metode dan konsekuensi kecurangan, atau dengan kata lain didapatkan profil fraud/kecurangan yang kemungkinan dapat terjadi kembali.
Contohnya dari data yang telah dikumpulkan maka didapatkan profil kecurangan sebagai berikut motivasi kecurangan pegawai adalah memperkaya diri, kesempatan kecurangan adalah melalui proses lelang, objek kecurangan yaitu paket pengadaan barang/jasa, metode kecurangan adalah dengan pemecahan paket pengadaan agar proses pengadaan dilakukan dengan penunjukan langsung atau pelelangan terbatas. Indikasi kecurangan adalah adanya perubahan nilai dan kegiatan proyek. Sementara konsekuensi yang diterima organisasi adalah ketidakpercayaan pihak penyedia jasa lain kepada panitia pengadaan barang/jasa.
Dengan penggunaan data base maka proses deteksi pada kecurangan menjadi lebih cepat. Proses deteksi kecurangan yang biasanya diawali dengan audit kinerja secara umum kemudian baru ditemukan adanya indikasi kecurangan, berkembang lagi menjadi investigasi dan terakhir menemukan bukti, kini prosesnya dapat lebih cepat, yaitu menemukan kemungkinan kecurangan yang dapat terjadi berdasarkan data base, untuk kemudian di-evaluasi apakah kemungkinan tersebut terjadi atau tidak pada kegiatan yang di-audit.
Penggunaan sistem informasi hanya merupakan cara deteksi awal, untuk kemudian proses investigasi dilakukan sesuai teknik audit investigasi.
Kesimpulan
Fraud adalah bentuk kecurangan untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun lembaga/organisasi. Kecurangan yang bersifat lembaga lebih kompleks dibandingkan dengan kecurangan yang dilakukan oleh pribadi. Kecurangan/fraud mengakibatkan kerugian yang besar. Dalam pemerintahan, kerugian yang diterima bukan hanya kehilangan atau kebocoran uang negara, namun juga berakibat pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta menurunnya tingkat investasi. Cara mengatasi fraud terbagi atas 3 tindakan yaitu tindakan preventif, tindakan deteksi dan tindakan investigasi. Tindakan preventif merupakan tanggung jawab bersama antara manajemen puncak dengan stafnya, untuk menciptakan dan mengembangkan budaya kerja yang beretika dan lingkungan kerja yang baik. Tindakan deteksi adalah cara mengidentifikasi kecurangan yang terjadi. Metode yang digunakan dalam deteksi atas fraud dibagi atas metode konvensional dan metode sistem informasi. Metode konvensional adalah dengan cara menemukan indikasi setelah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terlebih dahulu. Salah satu cara menemukan indikasi kecurangan, terutama yang dilakukan secara lembaga, adalah dengan menggunakan sistem Akuntansi forensik, yaitu dengan cara memeriksa transaksi yang mencurigakan pada laporan keuangan, baik nominal yang besar maupun yang kecil. Sementara metode sistem informasi adalah dengan cara melakukan perbandingan profil kecurangan yang dapat terjadi, meliputi motivasi, kesempatan, objek fraud, metode fraud, indikasi fraud dan konsekuensi yang diterima organisasi. Tindakan investigasi adalah proses penyelidikan sehingga didapatkan pembuktian yang cukup. Tindakan-tindakan pengawasan tersebut adalah cara untuk mengatasi kecurangan sehingga kehilangan keuangan negara dapat terus ditekan dan pada akhirnya tercapai tujuan untuk menghilangkan kebocoran dan kerugian negara.
Referensi :
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Peraturan Pemerintah RI No. 60 tahun 2008, 2008
Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, Permen PAN No. PER/05/M.PAN/03/2008,2008
Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Khusus di Lingkungan Departemen Pekerjaan Umum, PermenPUNo.08/PRT/M/2008,2008
Forensic Accounting: Public Acceptance towards Occurrence of Fraud Detection, Adrian Nicholas Koh, Lawrence Arokiasamy, Cristal Lee Ah Suat, KBU International College, Malaysia,2009
Forensic accounting fundamentals: introduction to investigations, Robert Cockerall, Ernst & Young,2007
New Frontiers: Training Forensic Accountants Within The Accounting Program, Vinita Ramaswamy,UniversityofSt.Thomas,Houston,2007
Strategic Fraud Detection: A Technology-Based Model, Conan C. Albrecht, W. Steve Albrecht


Selasa, 29 April 2014

Laporan Keuangan Perusahaan Dengan Analisis Rasio Rentabilitas, Solvabilitas, dan Likuiditas



Analisa Rasio Laporan Keuangan: Perhitungan Rentabilitas, Solvabilitas dan Likuiditas 
Pada PT Telekomunikasi Tbk.
 
Pengertian

Analisa rasio keuangan adalah analisis yang menghubungkan perkiraan neraca dan laporan laba rugi terhadap satu dengan yang lainnya, yang memberikan gambaran tentang sejarah perusahaan serta penilaian terhadap suatu perusahaan tertentu. Analisis rasio keuangan memungkinkan manajer keuangan meramalkan reaksi para calon investor dan kreditur dapat ditempuh untuk memperoleh dana.

Contoh Perhitungan Rasio Rentabilitas, Solvabilitas, dan Likuiditas

1. Laporan Neraca Konsolidasian PT. Telekomunikasi Tbk. Dan Anak Perusahaan.





 Laporan Laba Rugi PT Telekomunikasi Tbk.



  

Perhitungan Analisis Rasio Rentabilitas

Rentabilitas ekonomi merupakan perbandingan laba sebelum pajak terhadap total aset. Dapat diartikan bahwa ratio rentabilitas mengidentikasikan seberapa besar kemampuan aset  perusahaan untuk menghasilkan pendapatan.

Rumus:

=    Laba Bersih Sebelum Pajak
                Total Aktiva

Tahun 2009             Rp22.447.021       =  0.229486415 / 0.23
                                Rp97.814.160

Tahun 2010             Rp21.416.351       = 0.214682081 / 0.21
                               Rp99.758.447   

Rendahnya rentabilitas tergantung pada :

Operating Profit Margin
Menggambarkan apa yang biasanya disebut pure profit yang diterima atas setiap Rp dari penjualan yang dilakukan.

Rumus :     

Laba bersih sebelum pajak
           Penjualan

Tahun 2009         Rp22.447.021      =  0.331676185 / 0.33   = 33%
                           Rp67.677.518

Tahun 2010          Rp21.416.351     =  0.312058962 / 0.31   = 31%
                            Rp68.629.181    


Asset Turnover
Rasio yang biasanya digunakan untuk mengukur aset perusahaan untuk memperoleh pendapatan, makin cepat aset perusahaan berputar makin besar pendapatan perusahaan tersebut.

Rumus :

  Penjualan         
Total Aktiva

Tahun 2009                 Rp67.677.518   =  0,6918989847686674 / 0.70   = 7%
                                   Rp97.814.160 
                                                         

Tahun 2010                 Rp68.629.181   =  0,6879535825171777 / 0.69  = 69%
                                   Rp99.758.447   
                                                        


Perhitungan Analisis Ratio Solvabilitas

Menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial baik jangka waktu pendek atau panjang apabila sekiranya perusahaan dilikuidasi.

Rasio solvabilitas terdiri dari:

Ratio Hutang Modal (Debt to Equity Ratio atau Ratio Leverage)
Menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang-hutang pada pihak luar dan digunakan untuk mengukur hingga sejuah mana perusahaan dibiayai oleh hutang.

Rumus:

Total Hutang
Total Modal

Tahun 2009              Rp48.228.553      = 1.24775506 / 1.25 = 125%
                                Rp38.652.260     

Tahun 2010             Rp43.343.664       =  0.975796748 /0.97
                              Rp44.418.742      

Analisis:
Pada tahun 2009, ratio hutang modal sebesar 125% yang diperoleh dari perbandingan total hutang sebesar Rp48.228.553  dengan penjualan sebesar Rp38.652.260 . Ini berarti perusahaan baru bisa menutupi hutang sebesar Rp 1.25

Pada tahun 2010 terjadi penurunan dari 125% pada tahun 2009 menjadi sebesar 97% pada tahun 2010 yang diperoleh dari perbandingan total hutang sebesar Rp43.343.664 dengan penjualan sebesar Rp44.418.742. Ini berarti perusahaan baru bisa menutupi hutang sebesar Rp0.97


Debt Ratio  
Menunjukan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh aktiva

Rumus:

Total Hutang
Total Aktiva

Tahun 2009              Rp48.228.553     = 0.4930631 / 0.5          =  5%
                               Rp97.814.160

Tahun 2010              Rp43.343.664     = 0.434486154 / 0.43     =  43%
                               Rp99.758.447 

Analisis
Dikarenakan Debt Ratio yang digambarkan oleh PT.Telkom semakin kecil,maka hutang yang dimiliki perusahaan pun semakin kecil dan ini berisiko finansial bahwa Pt Telkom. Tbk mengembalikan pinjaman yang semakin kecil pula.
Times Interest Earned / Coverage Ratio (Rasio Penutupan)
Rasio yang mencerminkan besarnya jaminan keuangan untuk membayar bunga hutang jangka panjang.
Rumus;

Laba Bersih Sebelum Bunga dan Pajak
                 Beban Bunga 

Tahun 2009        Rp22.447.021   = 10.70956899 / 10.70    = 1070%
                         Rp  2.095.978

Tahun 2010        Rp21.416.351    = 11.10786422 / 11.11   = 1111%
                         Rp  1.928.035


Analisis
Pada tahun 2009 ratio coverage PT Telkom Tbk yakni sebesar 1070% yang diperoleh dari perbandingan laba bersih sebelum bunga dan pajak sebesar Rp22.447.021 dengan beban bunga sebesar Rp2.095.978.

Pada tahun 2010 ratio coverage PT Telkom mengalami kenaikan dari 1070%  pada tahun 2009 menjadi 1111% pada tahun 2010 yang diperoleh dari perbandingan dari laba bersih sebelum bunga dan pajak sebesar Rp21.416.351 dengan beban bunga sebesar Rp1.928.035


Perhitungan Analisis Ratio Likuiditas
Menunjukan besarnya kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo.

Current Ratio

Rumus:

  Aktiva Lancar  
 Hutang Lancar

Tahun 2009            Rp16.186.024    X 100%    = 0.601864751
                             Rp26.893.125
                                                                       = 60.18% / 60.2%

Tahun 2010            Rp18.730.627    X 100%    = 0.914898662
                             Rp20.472.898
                                                                       = 91%

Analisis
Pada tahun 2009, current ratio PT Telkom Tbk 60.2% yang diperoleh dengan perbandingan akyiva lancar sebesar Rp16.186.024 dengan hutang lancar sebesar Rp26.893.125. Hal ini berarti setiap Rp 1,- , hutang lancar tidak dapat dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 0.602

Pada tahun 2010, current ratio perusahaan mengalami kenaikan dari 60.2% pada tahun 2009 menjadi 91% pada tahun 2010 yang diperoleh dari perbandingan aktiva lancar sebesar Rp18.730.627 dengan hutang lancar Rp20.472.898. Ini berarti setiap Rp1 , hutang lancar belom dapat dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 0.91

Quick Ratio
Digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban finansialnya atas aktiva paling liquid.

Rumus:

Aktiva Lancar - Persediaan      X 100%
       Hutang Lancar

Tahun 2009           Rp16.186.024 - Rp128.025       X 100%      = Rp16.057.999   X 100%
                                     Rp26.893.125                                       Rp26.893.125
                                                                                              = 0.597104241
                                                                                              = 59.7% / 60%

Tahun 2010           Rp18.730.627 - Rp90.140         X 100%      = Rp18.640.487   X 100%
                                     Rp20.472.898                                        Rp20.472.898
                                                                                              = 0.910495768
                                                                                              = 91%

Analisis
Pada tahun 2009, quick ratio Pt Telkom Tbk 60% yang diperoleh dengan perbandingan quick asset sebesar Rp16.057.999 dengan hutang lancar Rp26.893.125. Hal ini berarti setiap Rp1, hutang lancar belom bisa dijamin oleh quick asset sebesar Rp0.6.

Pada tahun 2010, quick ratio mengalami kenaikan dari 60% pada tahun 2009 menjadi 91% pada tahun 2010 yang diperoleh dengan perbandingan quick asset sebesar Rp18.640.487 dengan hutang lancar Rp20.472.898. Ini berarti setiap Rp1, hutang lancar belom bisa dijamin quick asset sebesar Rp0.91


Cash Ratio
Digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban finansial kas dan bank.

Rumus:

  Kas(Bank)             X 100%
Hutang Lancar


Tahun 2009          Rp 7.805.460     X 100%     = 0.290239977
                           Rp26.893.125                      = 29%

Tahun 2010         Rp 9.119.849      X 100%     = 0.445459602
                          Rp20.472.898                       = 44.5%


Analisis
Pada tahun 2009, cash ratio Pt Telkom Tbk sebesar 29% yang diperoleh dari perbandingan kas(bank) sebesar Rp7.805.460 dengan hutang lancar sebesar Rp26.893.125. Hal ini berarti setiap Rp1 hutang lancar dapat dijamin oleh cash asset sebesar Rp0.29

Pada tahun 2010, cash ratio Pt Telkom Tbk mengalami kenaikan dari 29% pada tahun 2009 menjadi 44.5% pada tahun 2010 , dengan perbandingan kas(bank) sebesar Rp9.119.849 dengan hutang lancar sebesar Rp20.472.898. Ini berarti setiap Rp1 , hutang lancar dapat dijamin oleh cash asset sebesar Rp0.445



Sumber: